

RJ Katamsi
R. Johannes Katamsi Martorahardjo lahir pada tanggal 7 Januari 1897 – 2 Mei 1975) adalah Seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai salah satu tokoh seni rupa dalam Periode seni rupa modern Indonesia, Ia merupakan salah satu pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia ( ASRI ) sekarang berubah nama menjadi Institut Seni Rupa Indonesia Jogjakarta ( ISI Jogjakarta) dan menjabat sebagai direktur pertamanya. RJ. Katamsi juga tercatat sebagai pencipta lambang Universitas Gajah Mada. Selain itu, ia yang mengilhami pembuatan logo SMA Negeri 3 Yogyakarta (Padmanaba) yang mana saat itu juga RJ. Katamsi juga menjadi kepala sekolah pertamanya. Atas jasa dan pengabdiannya, RJ. Katamsi menerima Bintang Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia ( 1970), tahun 2002 mendapat piagam penghargaan dari UGM atas jasanya sebagai pencipta Logo UGM pertama.pada tahun 2018 telah mendapat penghargaan tertinggi dalam bidang kebudayaan berupa bintang budaya Parama Dharma dari Presiden Joko Widodo.
koleksi lengkap Biografi RJ Katamsi dapat di lihat di channel youtube https://youtu.be/EulbX8nNmN0?si=ixVanpcJZoNaJ33b

master cetakan logo UGM pertama "Universitit Negeri Gadjah Mada Jogjakarta"
sekarang berubah menjadi "Universitas Gadjah Mada Jogjakarta"
Lambang dan gambar tetap sama.

Karya untuk mengajar di masa AMS B 1928
bahan Alloy Metal

Karikatur
Pemain Biola
RJ Katamsi
water color on paper
7 x 12 cm

Karikatur
Pemain gitar
RJ Katamsi
water color on paper
7 x 12 cm

Karikatur
Pemain Harmonika
RJ Katamsi
water color on paper
7 x 12 cm

Karikatur
Pemain Mandolin
RJ Katamsi
water color on paper
7 x 12 cm

Australian Artist

Turtle
Elijah Nabegeyo
41 x 30 cm
mix media on paper


Warlayirti Artist
Untitled
Henry Polly
cat natural on canvas
75 x 50 cm


Nancy Gaymala
Etching On Paper 15/50
56 x 38 cm

Collaboration Artist
Djalu Gurruwiwi
Dhopiya Yunupingu
Yuan Mor'O Ocampo
Ardiyanto Pranata
Peter Adsett
Gapu, Tubig, Air, Water. 1997
89 x 70 cm

water
Yuan Moró Ocampo
oil on hardboard
75 x 30 cm

Naletale no 1
Peter Adsett
mix media on paper
98 x 49 cm
signed P.A


Homage to Rover
Yuan Moró Ocampo
Etching on Hahnemühle paper
96,5 x 49,5 cm

Derran - Black Cockatoo
Madican Thomas
Screenprint 1/20 on paper
76 x 112 cm

Achmad Sopandi Hassan


Made Wianta (20 Desember 1949 − 13 November 2020) adalah seorang seniman lukis dalam bidang seni rupa modern. Made merupakan lulusan dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pada tahun 1976, ia belajar menjadi seniman di Brussels. Selain itu, ia mengunjungi galeri-galeri dan museum kesenian selama di Brussel.
Made telah mengikuti berbagai pameran internasional seperti di New York, Paris, dan Tokyo. Namun, yang paling terkenal adalah keikutsertaannya dalam Bienalle di Venesia tahun 2003 silam. Made adalah seniman yang dikenal suka membaca, khususnya dalam bidang filsafat yang menuntunnya pada falsafah Buddhisme dan Nihilisme ala Nietzsche. Selain karena bidang bacaannya, seniman dalam diri Made juga tecermin dari tradisi agraris di tanah kelahirannya, Bali.
Karyanya telah banyak didokumentasikan dalam beberapa buku, di antaranya adalah Made Wianta (1990), Made Wianta: Universal Balinese Artist (1999), Made Wianta: Art and Peace (2000), dan Wild Dogs in Bali: The Art of Made Wianta (2005). Made Wianta juga menampilkan beberapa koleksi karyanya di The Neka Museum di Ubud, Bali.

I Made Wianta, Untitled (Brown), 1995
Acrylic on Canvas
50 x 95 cm (visible), 62 x 106 x 4 cm (framed)

Titoes Libert, M.Sn. adalah seniman dari Yogyakarta, Indonesia yang lahir pada 31 Juli 1954 di Ambon.
Master seni ini telah puluhan tahun mengajar Seni Lukis di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dan saat ini telah pensiun.
Beliau sudah pameran di berbagai belahan dunia dan telah ikut pameran lebih dari seratus kali di dalam dan luar negeri.
Teknik melukis beliau didominasi oleh teknik pointillism, expressive line, permainan tekstur, dan warna dalam dimensi yang bertingkat,
yang membuat karya beliau terlihat kompleks, bebas, dinamis, ekspresif, dan memiliki vibrasi unik.
Dalam menikmati lukisan karya Titoes, audiens tidak akan puas melihat lukisan tersebut hanya sekilas.
Perhatian audiens seolah-olah dibuat tidak bisa berhenti di satu titik, akan tetapi diajak berputar terus menerus dan semakin tertarik.
Audiens satu dengan yang lain akan mendapatkan kesan yang berbeda-beda sesuai dengan suasana hati masing-masing.


